Rabu, 22 September 2010

spermatogenesis



Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus selama masa seksual aktif akibat stimulasi oleh hormon gonadotropin hipofisis anterior, yang dimulai rata-rata pada umur 13 tahun dan terus berlanjut hampir di seluruh sisa kehidupan, namun sangat menurun pada usia tua.
Proses pembentukan sperma (spermatogenesis) membutuhkan suhu yang stabil, beberapa derajat lebih rendah daripada suhu tubuh. Keseluruhan waktu yang dibutuhkan dalam spermatogenesis dari sel-sel germinal sampai menjadi sperma adalah sekitar 75 hari. Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel sertoli. Sel-sel sertoli akan menyediakan makanan dan mengatur proses spermatogenesis.
Pada tahap pertama spermatogenesis, spermatogonia berpindah di antara sel-sel sertoli menuju lumen sentral tubulus seminiferus. Sel-sel sertoli ini sangat besar, dengan pembungkus sitoplasma yang berlebihan yang mengelilingi spermatogonia yang sedang berkembang sampai menuju bagian tengah lumen tubulus.
Spermatogonia yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli akan dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatosit primer yang besar. Setiap spermatosit tersebut, selanjutnya mengalami pembelahan mitosis untuk membentuk dua spermatosit sekunder. Setelah beberapa hari, spermatosit sekunder ini juga membelah menjadi spermatid yang akhirnya menjadi spermatozoa (sperma).
Selama masa pergantian dari tahap spermatosit ke tahap spermatid, 46 kromosom spermatozoa dibagi sehingga 23 kromosom diberikan ke satu spermatid dan 23 lainnya ke spermatid yang kedua.
Stuktur sperma terdiri dari kepala, leher dan ekor. Pada bagian membran permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Pada leher sperma terdapat mitokondria spiral yang berfungsi menyediakan energi untuk gerak ekor sperma.
Sperma bergerak dari tubulus seminiferus menuju epididimis, dan tinggal disini sekitar tiga minggu sampai sperma matang. Selanjutnya sperma memasuki saluran vas deferens hingga ujung saluran dan bercampur dengan vesika seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar cowper. Sperma yang telah bercampur dengan sekret tersebut dinamakan semen. Selanjutnya, semen keluar dari ujung vas deferens, menuju saluran ejakulatorius dan uretra yang juga merupakan saluran kencing. Keluarnya semen dari dalam tubuh disebut ejakulasi. Sebelum ejakulasi, biasanya kondisi penis menegang. Keadaan seperti ini dinamakan ereksi. Saat ejakulasi, tempat keluar urine tertutup otot disekitarnya sehingga semen dan urine tidak tercampur.

2.     AKTIFITAS SEKSUAL PRIA

Rangsangan akhir organ sensorik dan sensasi seksual menjalar melalui saraf pudendu. Melalui pleksus sakralis dari medula spinalis membantu rangsangan aksi seksual yang mengirim sinyal ke medula yang meningkatkan sensasi seksual yang berasal dari dalam. Akibat dari dorongan seksual akan mengisi organ seksual dengan merangsang mukosa uretra.
Unsur psikis rangsangan seksual. Sesuai dengan meningkatnya kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan seksual dengan memikirkan atau berkhayal menyebabkan terjadi aksi seksual sehingga menimbulkan ejakulasi atau pengeluaran selama mimpi terutama usia remaja.
Aksi seksual pada medula spinalis. Fungsi otak tidak terlalu penting karena rangsangan genital menyebabkan ejakulasi dihasilkan dari mekanisme refleks yang sudah terintegrasi pada medula spinalis lumbalis. Mekanisme ini dapat dirangsang secara psikis dan seksual yang nyata serta kombinasi keduanya.
Dorongan seksual akan semakin kuat jika ada rangsangan dari luar,
baik yang bersifat fisik maupun psikis. Rangsangan itu dapat berupa
audiovisual maupun sentuhan. Rangsangan audiovisual yang menimbulkan
efek psikis yang paling jelas adalah video porno, atau membayangkan
kenikmatan berhubungan seks dengan bintang film misalnya.
Sedangkan
rangsangan fisik dapat berupa ciuman erotis, pelukan, rabaan, bahkan
hubungan seksual. Segala sesuatu yang didasari oleh dorongan atau
gairah seksual disebut sebagai aktivitas seksual. Sebagian orang
merasa puas dengan hanya melakukan aktivitas seksual tanpa hubungan
seks, namun sebagian lainnya berhasrat untuk melanjutkan aktivitas
seksualnya sampai ke berhubungan seks (bersetubuh, koitus).
Baik pria maupun wanita normal mengalami urutan respon fisiologis
terhadap stimulasi seksual.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders edisi-4) dibagi menjadi 4
fase.
Fase pertama adalah fase hasrat, ditandai oleh khayalan seksual dan
hasrat melakukan aktivitas seksual.
Fase kedua adalah fase perangsangan, disebabkan oleh stimulasi
psikologis (khayalan atau ada obyek cinta), stimulasi fisiologis
(membelai atau mencium) atau kombinasi keduanya. Fase ini mengandung
perasaan kenikmatan subyektif. Fase perangsangan ini ditandai oleh
perubahan pada alat kelamin (pada pria berupa ereksi).
Fase ketiga adalah fase orgasme, mengandung kepuasan dari puncak
kenikmatan seksual, dengan pelepasan ketegangan seksual dan
kontraksi ritmik pada otot-otot panggul dan organ reproduktif. Perasaan subyektif ejakulasi (semprotan air mani yang kuat)
mencetuskan orgasme pria.
Orgasme laki-laki juga disertai oleh empat
atau lima kali spasme ritmik pada prostat, dan organ kelamin
lainnya.
Fase terakhir adalah fase resolusi yang terdiri dari pengaliran
darah dari genitalia dan membawa tubuh ke keadaan istirahat. Jika
orgasme terjadi, resolusi berjalan cepat, sebaliknya jika tidak
terjadi resolusi memerlukan waktu dua sampai enam jam dan mungkin
disertai kegelisahan dan mudah marah. Resolusi yang melalui orgasme
ditandai dengan perasaan kesenangan subyektif, relaksasi umum dan
relaksasi otot. Setelah orgasme, laki-laki memiliki periode
refrakter yang mungkin berlangsung selama beberapa menit sampai
berjam-jam, dalam periode ini, mereka tidak dapat dirangsang untuk
orgasme lebih lanjut. Periode refrakter ini tidak terdapat pada
wanita.
                                                  
3.       PENGATURAN FUNGSI SEKSUAL PRIA

Proses spermatogenesis distimulasi oleh sejumlah hormon, seperti: testosteron, LH, FSH, estrogen, dan hormon pertumbuhan. Pelepasan hormon gonadotropin (GnRH) oleh hipotalamus merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk menyekresi LH, hormon perangsang LH, dan FSH. Hipotalamus melepaskan GnRH yang di angkut ke kelenjar hipotalamus anterior dalam merangsang pelepasan LH dan FSH darah porta. Perangsangan hormon ini ditentukan oleh frekuensi dari siklus sekresi dan jumlah GnRH yang dilepaskan setiap siklus. Sekresi LH mengikuti pelepasan GnRH dan sekresi FSH berubah lebih lambat sebagai respon perubahan jangka panjang GnRH.

a.    Hormon Gonadotropin
Dihasilkan oleh hipotalamus (di bagian dasar otak) yang merangsang kelenjar hipofisis bagian depan (anterior) agar mengeluarkan hormon FSH dan LH.
b.    FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Berfungsi mempengaruhi dan merangsang perkembangan tubulus seminiferus dan sel Sertoli untuk menghasilkan ABP (androgen binding protein atau protein pengikat androgen) yang memacu pembentukan sperma.
c.    LH (Luteinizing Hormone)
Berfungsi merangsang sel-sel interstisial (sel Leydig) agar mensekresikan hormon testosteron (androgen).
d.    Hormon Testosteron
Dihasilkan oleh testis yang berfungsi merangsang perkembangan organ seks primer pada saat embrio belum lahir, mempengaruhi perkembangan alat reproduksi dan ciri kelamin sekunder misalnya jambang, kumis, jakun, suara membesar serta memelihara ciri-ciri kelamin sekunder dan mendorong spermatogenesis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar